Senin, 05 Desember 2011

leirion

Mengapa Memilih Leirion?

Share on Twitter
Digg ThisShare via email
LeirionAlasan Ketua Ikatan Perangkai Bunga Indonesia, Andy Djati Utomo AIFD seperti yang dikutip Trubus-online.co.id adalah karena “Lili itu identik dengan bunga potong eksklusif,”. Rangkaian menggunakan kembang leirion itu menjadi terlihat wah.
Tak percaya? Lihatlah sesosok rangkaian bunga di salah satu sudut Singapore Garden Festival 2010 di Suntec, Singapura. Pada rangkaian itu kuntum-kuntum lili berwarna merah muda disusun menutup rangka berbentuk bola yang diselimuti daun cordilyn hijau pekat. Bentuk bola selaras dengan tema dunia bawah air yang menonjolkan bentuk-bentuk gelembung pada rangkaian karya Arjan Schep dari Belanda itu. Unik sekaligus menarik.
Atau tengoklah salah satu rangkaian yang pernah dipamerkan di salah satu sudut Istana Negara pada peringatan Hari Kemerdekaan ke-58 Republik Indonesia. Pada rangkaian di atas meja itu lili berwarna putih dipadupadankan dengan kuntum-kuntum mawar bergradasi jingga di atas rangka berbentuk seperti payung terbuat dari ranting kering. Kehadiran lili dan mawar membuat rangkaian terlihat elegan.
Kesan sama muncul ketika lili dipakai sebagai pengisi rangkaian berbentuk bulat terdiri dari 4 rangkaian yang disatukan mengelilingi patung Bung Hatta di perhelatan sama. Bunga-bunga leirion – dari bahasa Yunani yang kemudian menjadi lilium dalam bahasa Latin – juga mendominasi rangkaian penutup beberapa sudut dinding istana.
Peringkat 3
Kesan eksklusif lili turut disumbang oleh harga bunga kerabat tulip itu yang memang relatif mahal. Pada saat tertentu, harga Lilium sp itu melonjak hingga Rp125.000 per ikat berisi 5 tangkai bunga. Toh lili tetap memiliki banyak peminat. Sebab lili cocok dipakai dalam segala jenis rangkaian bunga. ”Lili banyak dipakai untuk membuat rangkaian dukacita,” tutur Samuel Butje, perangkai di Jakarta saat ditemui di acara Sosialisasi Uji Kompetensi yang diselenggarakan Lembaga Sertifikasi Kompetensi Seni Merangkai Bunga dan desain Floral pada 2 Maret 2011 di Jakarta Design Center, Slipi, Jakarta Barat. Pun rangkaian dekorasi pernikahan, buket pengantin, hingga rangkaian ucapan natal.
Lihatlah rangkaian dukacita yang dipamerkan di acara itu. Empat kuntum lili merah muda raksasa tampil serasi dengan krisan beragam warna, mawar, dan lisianthus. Dalam rangkaian dukacita bunga tanaman anggota famili Liliaceae itu melambangkan jiwa manusia yang tanpa dosa. ”Dengan bunga yang merekah dan lebar lili berperan sebagai fokus utama dalam rangkaian,” tutur Andy. Yang pasti seperti kata seorang penggemar rangkaian bunga, kehadiran lili membuat orang langsung tertarik untuk mendekat. Sebab lili menguarkan aroma harum yang cukup kuat.
Pantas jika pasar bunga lili ikut terdongkrak. Sekadar contoh pada 5 tahun silam di pasar bunga Rawabelong, Jakarta Barat, jumlah pedagang bunga yang masuk ke Indonesia pada era 1980-an itu hanya 4 orang. Kini ada 10 orang.
Lili juga termasuk salah satu jenis bunga potong paling dicari. ”Posisi lili berada di peringkat ketiga setelah krisan dan mawar,” ujar Maulana, pengelola kios Rosita Florist di Rawabelong yang menjual lili sejak 1998. Yang paling diminati lili oriental varietas casablanca. ”Sosok lili oriental lebih lebar dan besar sehingga banyak digunakan dalam rangkaian,” tutur Andy.
Dari segi warna, permintaan didominasi lili putih. “Lili putih paling banyak dicari untuk dekor pengantin ataupun rangkaian dukacita,” ujar Maulana. Warna lain yang diminati yaitu merah. Pantas jika harga keduanya relatif lebih mahal. Pada Juli 2011, lili putih dan merah di Rawabelong dibanderol Rp30.000 – Rp35.000 per tangkai sementara warna lain misalnya kuning hanya Rp25.000 – Rp30.000 per tangkai.
Belanda
Pasokan lili ke pasar bunga tanahair antara lain datang dari dua perusahaan besar pekebun lili: PT Melrimba Sentra Agrotama dan PT Ekakarya Graha Flora. Melrimba mengembangkan hibrida-hibrida lili oriental dan hibrida longiflorum asiatic (LA). Selain memasok florist, perusahaan sejak 1993 itu juga mengirimkan lili ke hotel-hotel. Sementara Ekakarya di Sukabumi, Jawa Barat, membudidayakan casablanca, sorbonne, nova zembla, dan robina di lahan seluas 5.000 m². Kapasitas produksi perusahaan yang menanam massal lili sejak 2005 itu sebanyak 400 – 600 tangkai per hari.
Hampir semua bibit yang ditanam oleh nurseri tanahair didatangkan dari Belanda. Ketergantungan pada lili impor kerap menjadi kendala memenuhi kebutuhan pasar. Mafhum, seperti bunga potong lain, pergerakan permintaan lili di pasar sangat dipengaruhi momen-momen tertentu.
Permintaan terbanyak biasanya terjadi pada akhir hingga awal tahun dan pertengahan tahun. ”Selain itu, saat banyak pesta,” tutur H Aselih, pedagang lili di kios Sari Wardati Florist, Rawa Belong, Jakarta Barat. Saat ramai, misalnya mendekati Natal atau musim pesta pernikahan, para pedagang di Rawabelong bisa menjual 50 – 100 tangkai per hari. Hari biasa, kurang dari 50 tangkai.
Sayangnya kenaikan permintaan kerap kali sulit direspon cepat oleh pekebun. ”Banyak sedikitnya penanaman tiap varietas tergantung pada pasokan benih, bukan permintaan,” tutur Turi, staf bagian produksi Ekakarya Graha Flora.
Akibatnya sesuai hukum pasar, ketika permintaan melonjak sementara pasokan terbatas harga lili pun melambung mencapai Rp125.000 per ikat isi 5 tangkai. Sebaliknya di bulan-bulan sepi seperti Ramadhan yang nyaris orang tidak menggelar pesta, harga bisa melorot hingga Rp50.000 per ikat.
Boleh jadi di masa depan kendala itu bisa diatasi, misalnya dengan menanam bibit lili silangan lokal yang antara lain dikembangkan oleh Balai Penelitian Tanaman Hias, Cianjur, Jawa Barat. Bibit bisa dikembangkan di dalam negeri sehingga ketersediaannya lebih banyak. Artinya, pekebunpun lebih bisa merespon permintaan pasar salah satu bunga potong primadona tanahair itu. (Tri Susanti/Peliput: Silvia Hermawati)
Sumber: http://www.trubus-online.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar