Senin, 05 Desember 2011

lavender

Berawal dari Setangkai Lavender

Share on Twitter
Digg ThisShare via email
Tanaman Hias: Setangkai LavenderHamparan bunga berwarna keunguan memanjakan mata begitu memasuki Grasse, kota pegunungan yang berketinggian antara 80—1.061 m di atas permukaan laut (dpl). Bunga-bunga itu muncul dari ribuan baris tanaman semak berukuran lebih tinggi daripada lutut orang Asia atau setinggi kira-kira 60 cm dari permukaan tanah. Bunganya meliuk-liuk ditiup angin musim panas 2011 sehingga menguarkan aroma harum nan lembut ke berbagai penjuru.
Aroma yang bertahan lama bahkan hingga bunga menjadi kering itu yang membuat pekebun di Grasse menanam lavender. Mereka membudidayakan tanaman anggota famili Lamiaceae alias mint-mintan itu—bersama beberapa jenis bunga lain—sebagai bahan baku industri parfum yang bertebaran di Grasse. Di kota yang merupakan bagian dari pegunungan Mediterania itu parfum-parfum berkualitas seperti chanel no. 5, shalimar, dan fragonard diproduksi sehingga Grasse mendapat julukan Kota Parfum Dunia.
Obat penat
Lavender Lavandula angustifolia memang tumbuh baik di daerah pegunungan dengan tanah berbatu dan mendapat sinar matahari penuh seperti di Grasse dan daerah-daerah di sekitarnya. Sekali menanam, pekebun bisa menuai bunganya setiap musim panas yaitu pada Juli—Agustus selama 10 tahun berturut-turut. Setelah itu tanaman harus diremajakan. Selain di Perancis, tanaman semak dengan daun kecil berwarna hijau keabu-abuan itu tumbuh di Spanyol, Inggris, Australia, dan Amerika Serikat.
Pekebun memanen bunga dan menjualnya ke pengepul yang memasok bunga ke pabrik penyulingan minyak asiri. Di pabrik penyulingan itulah bunga yang sejak zaman Romawi Kuno dipakai sebagai campuran dalam air mandi karena menebarkan aroma harum itu disuling untuk diambil minyaknya. Minyak lavender kemudian dijual ke pabrik parfum antara lain Molinard sebagai bahan baku minyak wangi. Lavare—dalam bahasa Latin berarti membasuh atau mandi, red—juga dipakai dalam pembuatan sabun. Wangi lavender dipercaya dapat membuat tubuh menjadi rileks sehingga membantu meredakan keletihan.
Sebagian kecil hasil panen dijual dalam kantong-kantong yang diikat ujungnya sehingga berbentuk seperti bantal sebagai bunga kering alias potpourri. Potpourri kerap dipajang di rumah-rumah penduduk kota seluas 44,5 km persegi itu sebagai pengharum ruangan. Ada juga yang memanfaatkan kuncup bunga dan pucuk daun lavender sebagai tambahan dalam salad atau diseduh dan diminum layaknya menikmati teh Camelia sinensis.
Wisata wewangian
Grasse memulai sejarah sebagai kota parfum dan wangi-wangian pada abad ke-16. Ketika itu bermunculan para pembuat parfum tradisional. Salah satu yang tertua dan sangat terkenal adalah seorang wanita bernama Tapputi asal Masepotamia, sekarang Republik Irak. Barulah pada abad ke-19 industri parfum yang memproduksi secara skala besar berdiri. Pabrik-pabrik besar itu membuat parfum asal kota berjarak 500 km dari Paris itu mendunia. Sebanyak 60% produksi parfum tercipta di Grasse.
Salah satu yang sohor adalah imperial majesty. Wewangian dari produsen parfum Clive Cristian itu dikenal sebagai parfum termahal dengan harga hingga jutaan rupiah per botol. Selain karena terdiri dari berbagai campuran bunga dan herbal seperti melati, kardamon, dan jeruk citrus, imperial majesty mahal karena dikemas dalam botol berlapis emas di bagian leher dan berlian di tutupnya.
Untuk memenuhi kebutuhan industri parfum, penanaman lavender dan bunga-bunga lain bahan baku parfum meluas ke beberapa daerah terdekat antara lain di sekitar Aux de Provence. Sekarang kegiatan budidayanya sudah sangat modern dengan melibatkan mesin antara lain untuk pemanenan bunga. Namun, masih ada juga petani yang memanen lavender secara manual tradisional dengan bantuan buruh panen. Total jenderal luas penanaman lavender sebanyak 15.000 ha. Hasil panen dari kebun-kebun itu diolah di 120 pabrik penyulingan.
Industri parfum beserta kebun-kebun bunga bahan baku parfum membuat Grasse menjadi salah satu daerah kunjungan wisata favorit di Perancis. Apalagi kotanya memang indah dengan bangunan tua dan jalan yang bersih dan terawat. Di kota berjarak 30 menit berkendaraan dari Nice itu para turis bisa berkunjung ke kebun-kebun bunga, masuk ke tempat penyulingan, hingga pabrik parfum. Oleh-oleh berupa minyak wangi, sabun, potpourri, dan wewangian lain mudah ditemukan dijual di toko-toko di pusat kota. Jika lelah mendera, menikmati aroma lavender sembari berendam layaknya orang Romawi Kuno bolehlah dicoba. (Sheri Dalimunthe, penggemar tanaman hias dan jalan-jalan, sekarang tinggal di Belanda)


http://www.trubus-online.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar